Sebagai salah satu media yang baru benar-benar berkembang 2 - 3 tahun belakangan ini, mengulik tentang podcast masih menjadi hal yang menyenangkan. Kenapa menyenangkan? Karena bila kita membicarakan mengenai podcast, seakan kita masih berada di atas sebuah kapal untuk melakukan kegiatan memancing di tengah lautan luas dengan ikan yang kita tidak ketahui seberapa besar dan banyaknya.
Maksudnya adalah, media podcast masih sangat menjanjikan untuk dicoba dan diusahakan selagi masih belum terlalu banyak kompetitor yang bermain di dalamnya -- ya kami sebut belum banyak kompetitor, karena saat ini sudah lumayan banyak perusahaan yang bermain di ranah podcast ini. Mari kita membahas lebih jauh mengenai podcast, si anak bontot dari keluarga broadcasting dari poin-poin di bawah ini.
Podcast bisa disebut sebagai radio on demand yang mana podcast memiliki karakteristik seperti radio, dibawakan oleh host, ada tema yang dibicarakan, dan terkadang ada narasumber yang ikut bicara. Namun, yang membedakan adalah, bila radio merupakan tayangan secara langsung dan dipancarkan melalui gelombang baik fm ataupun am, podcast merupakan hasil rekaman suara dari perbincangan yang telah disebutkan di atas, dan disiarkan melalui internet.
Podcast sendiri mulai berkembang sejak tahun 2004, yang mana tujuan pembuatan podcast adalah menyiasati kekurangan radio, yaitu tayangannya tidak dapat diputar ulang. Melihat dari tujuannya, maka secara etimologi kata pod pada podcast merujuk pada play-on-demand dan cast merujuk pada kata broadcasting. Apple-lah yang dapat dikatakan sebagai perusahaan yang memperkenalkan dan memprakarsai distribusi awal dari podcast. Dengan rilisnya iPod pada tahun 2004, banyak radio-radio besar di dunia yang berbondong-bondong menjadi kontributor utama Apple Podcast pada kala itu. Karena Apple lah yang memperkenalkan podcast, maka tak jarang orang salah kaprah menganggap bahwa pod dalam kata podcast merujuk pada iPod.
Penemuan podcast di tahun 2004 dan mulai berkembang setelahnya mulai menimbulkan gejolak pasang surut penggunaan media baru di seluruh dunia. Menilik dari manfaatnya, tentunya podcast merupakan salah satu media alternatif dari radio yang mana setiap orang dapat mendengarkan program siaran radio yang mereka suka kapan pun mereka ada waktu untuk mendengarkan.
Selain itu, dengan adanya podcast kita bebas memilih kategori konten apa yang akan kita dengarkan, tidak seperti radio yang terbatasi jam tayang, dan tentunya jangkauan pemancar. Fleksibilitas-fleksibilitas inilah yang membuat podcast sempat benar-benar booming pada tahun 2005.
Ditahun 2005, podcast mulai dikenal khalayak ramai di seluruh dunia berbanding lurus dengan massive-nya penjualan Apple iPod. Tak terkecuali di Indonesia, podcast telah masuk di Indonesia seiring dengan masuknya Apple iPod. Namun, ketenaran podcast di Indonesia pada tahun tersebut tidak begitu signifikan.
Dapat dikatakan bahwa ketenaran podcast pada tahun tersebut tidak begitu signifikan karena tidak semua orang memiliki akses untuk menggunakan produk-produk buatan perusahaan Apple, sehingga hanya segelintir orang saja yang bisa mengakses podcast pada tahun awal podcast masuk di Indonesia.
Seperti yang telah disebutkan di atas pula, podcast baru benar-benar terkenal di Indonesia sejak akhir tahun 2017. Ketenaran podcast pada tahun tersebut bergerak lurus dengan banyaknya pengguna spotify di Indonesia. Spotfiy merupakan aplikasi pemutar musik berbayar (walaupun ada versi gratis dengan ada iklan di dalamnya), dengan jutaan banks musik dari berbagai musisi papan atas. Spotify mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 2016, dan mulai memasukan program podcast di dalamnya sejak tahun 2017.
Saat ini, 56,17% masyarakat indonesia menggunakan Spotify untuk mendengarkan podcast. Bahkan, menurut penelitian wearesocial 43% masyarakat Indonesia mengkonsumsi podcast sebagai Online content activitesnya.
Ketenaran podcast di Indonesia juga disinyalir karena kemudahan cara membuatnya, sehingga banyak orang yang mampu memproduksi podcast sendiri, dan mempublishnya di Spotify. Mempublish podcast di Spotify membutuhkan bantuan aplikasi lain, yaitu anchor.fm sebuah perusahaan agregator untuk mengupload podcast ke Spotify, yang pada tahun 2019 lalu telah resmi dibeli dan menjadi anak perusahaan dari Spotify.
Memproduksi podcast pada awalnya sangatlah mudah. Anda bahkan tidak memerlukan mic dengan kualitas yang bagus untuk memproduksinya. Cukup menggunakan handphone saja anda sudah dapat merekam suara dan melakukan basic editing di handphone anda.
Namun seiring dengan perkembangan podcast di Indonesia, dan tentunya banyak masuknya youtuber yang mengekspansi program podcast, persaingan podcast menjadi semakin lebih seru, dan tentunya pendengar podcast juga jadi mampu memilih, mana kualitas podcast yang bagus, dan mana kualitas podcast yang tidak bagus.
Hal ini menjadi peluang bagi merk-merk produsen microphone yang kini menjual microphone khusus podcast, seperti Rode Podcaster series, dan salah satu microphone asal china Alctorn yang juga mengeluarkan microphone seri BC800v2. Tentunya kini podcaster dituntut untuk mampu memproduksi konten podcast yang menarik dengan kualitas yang bagus, karena audiens podcast di Indonesia telah mampu memilah mana yang bagus yang tidak (walaupun bagus dan tidak tetap merupakan preferensi dari audiens podcast tersebut).
Mari kita membahas podcast dari sudut pandang voice over talent. Mengapa penting membicarakan ini? Menurut kami, membahas podcast dari sudut pandang voice over talent penting karena podcast merupakan turunan broadcasting paling muda, yang mana voice over talent juga merupakan bagian penting dari broadcasting, sehingga voice over talent sejatinya sangat mampu untuk memproduksi podcast sendiri.
Ada satu kesamaan dari podcaster / host podcast dengan voice over talent, yaitu mereka masih sama-sama dalam kategori narator, sama-sama membacakan naskah, sama-sama merekam suara dengan microphone, melakukan editing, mixing, dan juga mastering. Hal ini tentunya merupakan sebuah keuntungan bagi voice over talent karena voice over talent sudah terbiasa berbicara di depan microphone, dan tidak akan canggung ketika melakukan hal tersebut.
Walaupun naskah podcast sangat berbeda jauh dengan naskah voice over, dan podcaster biasanya lebih banyak melakukan improvisasi dibandingkan voice over talent, namun dengan memiliki skill dasar seperti yang telah disebutkan di atas, maka voice over talent akan berada satu step lebih maju dibandingkan banyak orang lain yang memulai sebagai podcaster tanpa mengerti skill dasarnya.
Dengan keuntungan bahwa sebagai voice over talent anda telah berada satu step lebih unggul dibandingkan orang lain, tentunya jangan pernah menyianyiakan media broadcasting yang mulai naik daun lagi ini. Podcast sangat bisa dijadikan ajang voice over talent menjual suaranya. Tentunya bukan dengan menampilkan sample suara membaca naskah voice over di dalam kanal podcast karena itu akan sangat mengganggu industri podcast, dan banyak sekali platform lain seperti Soundcloud, dan Marketplace voice over untuk anda mengiklankan sample suara anda.
Menjual sample suara adalah, dengan adanya podcast client bisa melihat karakter suara asli, intonasi cara berbicara, dan tentunya improvisasi anda ketika berada di depan microphone. Hal ini penting bagi client karena tentunya sebelum client menulis naskah, mereka telah membayangkan suara seperti apa yang cocok untuk menjadi voice over talent yang membacakan naskah tersebut. Client tentunya akan mencari suara yang senatural mungkin agar ketika melakukan perekaman tidak memerlukan banyak waktu untuk pencocokan intonasi. Di sinilah podcast akan menjadi tempat anda menjual suara.
Namun, kembali lagi, podcast merupakan sebuah produk broadcasting yang tentunya menuntut anda bekerja secara profesional ketika mengerjakannya. Selain menuntut rutinitas yang tinggi dalam produksi podcast, anda juga dituntut untuk selalu membuat naskah sendiri, baik berbentuk narasi ataupun naskah wawancara sebelum anda melakukan produksi podcast. Hal ini bisa dikatakan sebagai salah satu tantangan yang akan memberatkan voice over talent ketika akan memproduksi podcast karena biasanya sebagai voice over talent anda telah mendapatkan naskah yang telah dituliskan oleh client anda.
Belum lagi, karena podcast juga masih merupakan sebuah produk baru dari dunia broadcasting, sampai saat artikel ini ditulis, proses monetisasi podcast masih simpang siur. Berita terakhir yang kami dapatkan adalah, spotify akan memisah platform podcast dengan platform pemutar musik mereka, sehingga proses monetisasi podcast dengan cara subscription setiap bulan sudah dapat dilakukan.
Namun sekali lagi kami tekankan, hal ini masih simpang siur dan belum dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa anda bayangkan bahwa sebagai podcaster anda dituntut untuk mampu memproduksi podcast secara rutin, namun rutinitas anda tersebut belum tentu dapat dimonetisasi? Walaupun sebenarnya dengan data yang anda dapatkan dari jumlah pendengar anda di spotify, anda bisa melakukan berbagai cara monetisasi mandiri yang mungkin akan kami bahas di beberapa artikel kedepan.
Dari panjang lebarnya kami telah menjelaskan sejarah dan definisi podcast, tentunya anak bungsu broadcasting ini bisa menjadi salah satu senjata voice over talent untuk menjual suaranya. Bagaimana? Apakah anda sudah mulai tertarik untuk membuat podcast?
Referensi :
wearesocial : https://wearesocial.com/digital-2020
Wikipedia : https://id.wikipedia.org/wiki/Siniar
Last edited on 18 Januari 2021 :
Membagi Subjudul yang tepat agar blog lebih nyaman untuk dibaca, dan memberikan referensi terkait penelitian yang menyokong tulisan blog ini.