Etika AI Voice Cloning: Apa Artinya Bagi Masa Depan Industri Voice Over?
-
Home
- ›
-
Voice Over Blog
Perkembangan teknologi turut membuat industri voice over Indonesia berinovasi. Kini, bukan hanya dituntut up to date dalam penggunaan perangkat keras, melainkan juga memahami tentang software, salah satunya adalah AI voice cloning.
AI voice cloning adalah suara buatan yang menyerupai manusia sesungguhnya dengan memanfaatkan teknologi artificial intelligence. Ketika konsep ini baru pertama kali muncul, seseorang perlu merekam suaranya untuk kemudian dikloning.
Seiring perkembangannya, kini AI voice cloning bisa menghasilkan suara buatan dengan mudah hanya dalam beberapa detik. Menarik sekali bukan? Yuk, simak ulasan berikut ini untuk mengupas keuntungan, kerugian, dampaknya terhadap voice over talent hingga etika penggunaannya!
Keuntungan dan kerugian AI voice cloning
Bagi sebagian perusahaan seperti platform tertentu, AI voice cloning begitu menguntungkan. Misalnya untuk mengubah teks menjadi suara pada konten dan membuatnya bisa diakses oleh semua pengguna.
Aktivitas lain seperti misalnya memudahkan pengguna melakukan panggilan interface saat berkendara. Dengan bantuan AI voice cloning memberikan kemudahan tanpa harus berbicara langsung, sehingga dapat menjamin keamanan pengemudi.
Melalui penemuan semacam itu, perusahaan yang memanfaatkan AI voice cloning membuat pengalaman pengguna menjadi lebih baik dan menguntungkan. Mirip dengan Google Assistant yang kini menawarkan suara selebritas sebagai asisten. Teknologi pengenalan ucapan tersebut membawa respon positif sejauh ini.
Akan tetapi, AI voice cloning juga bisa mendatangkan kerugian. Seperti misalnya Baidu yang berhasil mengkloning suara dengan kemiripan 95%. Artinya ini bisa dimanfaatkan untuk hal menyimpang, seperti penipuan.
Seperti dilansir dari Mirror Views, penipu dapat menggunakannya untuk mengelabui sistem autentikasi berbasis suara dan mendapatkan akses ke informasi pribadi.
Di sisi lain, teknologi yang didasarkan pada kinerja robot akan membuatnya mengenali pola dan kemudian membuat prediksi berbeda dengan tindakan manusia. Hal ini mengakibatkan dunia bergantung pada robot dan aktivitas mereka di masa depan.
Perbedaan AI voice cloning dengan voice over tradisional
AI voice cloning menghasilkan suara mirip dengan manusia asli. Memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan, penciptaannya memberikan sejumlah keuntungan terhadap beberapa industri.
Kualitas
Voice over tradisional:
Voice over tradisional memanfaatkan suara manusia, sehingga menghasilkan suara yang lebih natural, real dan menarik. Hal tersebut dikarenakan adanya penekanan dan emosi.
Ditambah lagi, voice over tradisional biasanya diproduksi di studio rekaman profesional yang memanfaatkan peralatan berteknologi canggih. Alhasil memberikan kualitas dan jernih.
AI voice cloning:
Dengan AI voice cloning, kamu bisa memberikan sentuhan natural pada audio atau bekerja sama dengan pengisi suara untuk menciptakan voice brand yang unik dan menarik.
Meskipun AI voice cloning tidak semenarik dan seberagam ucapan manusia, namun terobosan terbaru terus dilakukan. Soal kualitas, teknologi ini masih di bawah voice over tradisional.
Biaya
Voice over tradisional:
Voice over tradisional cenderung lebih banyak menghabiskan biaya, tergantung dari skala, jasa voice over talent, seberapa banyak proyek yang ditangani, serta kualitas.
AI voice cloning:
Penggunaan AI voice cloning cenderung murah karena tidak membutuhkan studio atau voice over talent profesional. Siapapun bisa menjadi pengisi suara dengan peralatan seadanya seperti smartphone dan tablet.
Waktu
Voice over tradisional:
Voice over tradisional memakan waktu cukup lama untuk proses produksi. Sebagai gambaran, per satu jam audiobook memerlukan sekitar 3,5 jam perekaman dan pengeditan. Itu belum termasuk pendalaman karakter dari voice over talent, perekrutan dan arahan lainnya.
AI voice cloning:
Produksi AI voice cloning bisa sepenuhnya secara otomatis. Jika tidak menggunakan aplikasi khusus, bisa memanfaatkan text to speech untuk mengonversi teks menjadi suara manusia.
Dampak AI voice cloning pada human voice actor
Fakta membuktikan bila AI voice cloning berkembang luas di masyarakat. Fenomena ini berpengaruh terhadap industri voice over yang masih menggunakan suara manusia.
Idealnya, voice over memang menggunakan suara manusia asli. Sebab mereka bisa berekspresi, membuat nada, infleksi dan membawakan karakter yang sesuai. Namun demikian, AI voice cloning digadang-gadang mengancam kedudukan itu.
Dalam kinerjanya, AI voice cloning menggunakan sintesis suara yang bisa meniru pola dan infleksi vokal unik dari manusia. Teknologi ini sering digunakan untuk menghasilkan suara dari selebritas yang kemudian diaplikasikan pada film, video game dan proyek lainnya.
Hal ini berdampak pada suara manusia yang tergeser sedikit demi sedikit, misalnya untuk voice over kebutuhan aplikasi. Alasan utamanya adalah biaya. Sebab AI jauh lebih murah dibandingkan menggunakan human voice actor.
Meskipun belum tentu kedudukan AI bisa menggeser kedudukan human voice actor, namun tidak dipungkiri bahwa teknologi tersebut akan berdampak besar terhadap industri.
Namun sebaliknya, dalam kebanyakan kasus, AI voice cloning juga membutuhkan human voice actor sebagai dasar untuk mengembangkan database. Jadi, apakah nantinya posisi manusia akan tergantikan? Belum tentu.
Sebab boleh saja saat ini berdampak, akan tetapi di masa depan human voice actor tetap sebagai pelaku untuk beberapa proyek penting dalam industri voice over.
Potensi masalah hukum dan hak cipta dengan AI voice cloning
Munculnya AI voice cloning yang meniru suara manusia sebenarnya bisa menimbulkan permasalahan dari segi hukum dan hak cipta. Terkait etika ini, sebenarnya sangat penting dalam industri voice over menuliskan kredit dan mematenkan copyright karena berhubungan dengan kreasi dan penciptaan.
Hak suara secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni:
- Hak publisitas (dengan berbagai penyamaran, termasuk hak privasi, merek dagang, hukum deepfake atau persaingan tidak sehat)
- Hak cipta, sepanjang suara untuk diambil dari atau menyerupai elemen, karya sebelumnya.
Teknologi suara seperti AI voice cloning juga bisa berhadapan dengan undang-undang pencemaran nama baik. Dalam artian jika kata-kata tersebut bersifat memfitnah dan memberikan pernyataan jahat.
Di sisi lain, ini juga termasuk kriminalitas bila digunakan untuk penyimpangan seperti menyebabkan kerugian serta pelanggaran tertentu. Jika suara disintesis cukup realistis untuk membodohi orang, maka akan berhadap dengan hukum pasal penipuan sekaligus UU ITE.
Sementara terkait dengan hak cipta, jika suara disalin dari karya sebelumnya kemudian diubah oleh AI, secara teknis poin tersebut merupakan pelanggaran copyright.
Meskipun suara individu umumnya tidak dilindungi oleh hak cipta, akan tetapi jika AI menggunakan suara yang sudah pernah di-publish, maka inilah yang dinamakan dengan pelanggaran hak cipta atas suatu karya.
Risiko AI voice cloning: peniruan identitas, misinformasi dan manipulasi
Bayangkan kamu bisa mereproduksi suara seorang tokoh terkenal dengan hampir sempurna disertai oleh infleksi dan emosi. Peniruan suara dalam bentuk apapun bisa dilakukan dengan teknologi AI voice cloning.
Pada industri film misalnya, teknologi begitu menguntungkan agar kinerja tetap efektif, menekan biaya namun menghasilkan suara yang pas. Akan tetapi, perlu diwaspadai juga risiko yang ditimbulkan, utamanya terkait misinformasi dan manipulasi.
Pada dasarnya privasi dan keamanan pribadi sangat penting. Dengan adanya AI voice cloning, hal-hal tidak diinginkan yang bisa mengganggu perlu diwaspadai.
Seperti dilansir dari Respeecher yang mengungkapkan bahwa saat ini ada banyak tiruan suara yang hampir sempurna. Risiko penyalahgunaan seperti manipulasi serta pemerasan kerap terjadi karena ini.
Dalam beberapa kasus dilaporkan bahwa seringkali AI voice cloning digunakan untuk menyebarkan informasi yang tidak benar, mulai dari undian berhadiah, giveaway, promosi berkedok dari perusahaan ternama dan lain sebagainya. Misinformasi yang mereka sebarkan digunakan untuk memeras calon korban.
Terlepas dari evolusi besar ini, masih ada kasus tentang penyalahgunaan AI voice cloning yang memengaruhi masyarakat. Fenomena ini bisa menyebabkan pemalsuan mendalam, ancaman terhadap privasi dan kesopanan. Misalnya seperti mereplikasi suara untuk menyajikan fakta palsu kepada audiens dengan tujuan disinformasi.
Masa depan AI voice cloning: meningkatkan atau mengganti human voice actor?
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa hadirnya AI voice cloning mungkin saja mengancam human voice actor. Sebab saat ini juga terus dikembangkan baik secara fungsi dan kecanggihannya.
Peningkatan kualitas, pengeditan manual dan otomatisasi menjadi fokus utama agar AI voice cloning berkembang secara sempurna. Kendati demikian, teknologi itu tidak dapat memberikan infleksi dan intonasi dengan baik.
Saat ini saja AI voice cloning sudah dikembangkan bisa mengikuti berbagai bahasa di dunia. Itu artinya human voice actor juga menghadapi persaingan ketat. Selain dengan teknologi, juga sesama aktor.
AI voice cloning bisa menjadi ancaman bagi mereka karena beberapa industri dan perusahaan besar seperti Microsoft dan Google sudah memanfaatkannya. Namun demikian, suara manusia tetap dibutuhkan sebagai suara utama yang nantinya mengisi AI.
Sebab tidak semua AI bisa mengucapkan kata dan kalimat dengan emosi, penekanan dan nada, maka suara manusia akan dibutuhkan untuk menghadirkan itu. Dengan demikian, akan ada kerja sama antara human voice actor dan teknologi tersebut.
Di satu sisi human voice actor akan tetap dibutuhkan untuk beberapa proyek, seperti iklan, karakter dalam animasi, audiobook, korporat hingga narasi karena dinilai lebih bisa menghidupkan naskah serta cerita. Kesimpulannya, secanggih apapun AI voice cloning di masa depan, kedudukan suara manusia tetap menjadi prioritas utama.
Pertimbangan etis AI voice cloning dalam periklanan dan pemasaran
Meskipun penggunaan AI voice over bisa menghemat biaya, utamanya dalam pembuatan iklan serta promosi untuk radio maupun televisi, tetapi ini akan berdampak pada etika dan bagaimana seharusnya terobosan tersebut dimanfaatkan.
Seperti yang disebut dalam situs Respeecher, menggunakan suara seseorang yang dikloning tanpa izin untuk sebuah program seperti iklan sama halnya melanggar hak cipta dan menyebarkan berita palsu.
Di sisi lain, penggunaan AI voice cloning pada sektor komersial memungkinkan munculnya perdebatan mengenai publisitas sebab sama halnya menggunakan robot, bukan manusia. Sementara apapun yang diterbitkan dan disebarluaskan patutnya orisinil, memiliki hak cipta dan dibuat berdasarkan kreativitas.
Perihal pengaplikasian AI voice cloning pada iklan juga membuatnya kurang bisa menyampaikan pesan kepada audiens. Sedangkan tujuan utama dari iklan dan promosi, selain menjual produk atau layanan juga menyampaikan pesan serta cerita yang terkandung dalam konten.
Memastikan persetujuan dan privasi dalam proyek AI voice cloning
Melalui penjelasan di atas kamu bisa menyimpulkan bahwa voice privacy adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dari dunia digital. Ini mewakili hak individu untuk memiliki kendali atas informasi pribadi.
Beberapa kasus dari AI voice cloning terjadi penyalahgunaan suara yang berimbas pada bocornya data pengguna. Dalam hal voice privacy ini bukan hanya sekadar “data” melainkan sebuah karakteristik yang disebut dengan voice print atau identitas suara, layaknya sidik jari.
Dalam voice print ada prosodi yang menjadi ciri khas dari suara manusia, meliputi intonasi, kenyaringan, tempo, ritme hingga penekanan. Adapun faktor sosial-budaya seperti aksen. Melalui itu bisa memberikan banyak informasi siapa kamu sebenarnya.
Karena tahu bahwa suara adalah sesuatu yang orisinil bagi setiap orang, maka dimasukkan ke dalam kategori data pribadi yang perlu dilindungi. Dengan demikian sebelum memanfaatkan teknologi AI voice cloning, ada baiknya untuk benar-benar menjaga privasi suara.
Selain menghindari penggunaan AI, juga perlu membatasi seberapa banyak suara yang direkam untuk kebutuhan teknologi tersebut. Ini bertujuan menghindari adanya pelanggaran penyalahgunaan suara dan pemanfaatan suara tanpa copyright.
Menyeimbangkan kreativitas dan tanggung jawab dalam AI voice cloning
Di era teknologi yang terus berkembang, industri voice over sendiri tidak bisa menghindari itu. Apabila ingin terus eksis, maka jalan satu-satunya adalah turut up to date. Minimal ditunjukkan dengan penggunaan alat-alat canggih dan software yang mendukung proses produksi.
Jikapun nantinya harus terlibat dengan AI voice cloning, namun tidak seratus persen mencurahkan terhadap itu. Sebab yang paling penting adalah bagaimana terus berkarya bersama para talent dan tim ahli di bidang voice over.
Cara terbaiknya yakni menyeimbangkan antara kreativitas dan tanggung jawab dalam AI voice cloning. Untuk proyek-proyek penting, Inavoice selaku jasa voice over tetap harus melibatkan voice over talent sebab mereka yang bisa memberikan warna serta nyawa pada naskah.
Sementara pada proyek-proyek tertentu yang memang membutuhkan AI voice cloning, perusahaan perlu membuat aturan serta batasan tegas guna menghindari adanya penyimpangan yang berimbas kerugian. Keseimbangan ini penting agar dua jalur tetap berjalan beriringan tanpa merugikan satu sama lain serta aman.
Peran regulasi dalam mengatasi masalah etika AI voice cloning
Peran regulasi sangat penting dalam menangani masalah etika AI voice cloning. Ini sebagai batasan dan peraturan yang harus ditaati oleh setiap orang terhadap penggunaan teknologi terbaru itu.
Seperti disebutkan di atas, penggunaan AI voice acting memang menguntungkan. Namun di satu sisi juga memberikan kerugian.
Nah, untuk menekan angka kerugian serta penyalahgunaan, peraturan seperti Undang-undang terkait penggunaan teknologi semestinya diaplikasikan di masing-masing negara, termasuk Indonesia.
Bukan hanya tentang bagaimana masyarakat melek teknologi, namun dengan regulasi setidaknya bisa melindungi pengguna dari hal-hal yang tidak diinginkan, salah satunya pencurian data seperti di atas.
AI voice cloning sudah digunakan pada beberapa perusahaan karena dinilai lebih hemat biaya, efisien dan multifungsi. Meski digadang-gadang bisa menggeser kedudukan human voice actor, namun hal tersebut tidak mungkin terjadi sebab suara manusia tetap selalu dibutuhkan pada beberapa proyek penting.