Updated: 20 Nov 2025     Author: Sasmitha     Comments: 0     English   |   Bahasa

Kritik Merah Putih One for All: Kenapa Kualitas Visual dan Produksi Animasi Indonesia Butuh Standar Tinggi?

  1. Home
  2. Voice Over Blog

Summary: Merah Putih One for All telah menjadi bahan perbincangan panas sejak penayangannya, namun sayangnya, film ini menuai kritik pedas bertubi-tubi karena dianggap menunjukkan penurunan standar dalam industri Animasi Indonesia. Mulai dari cerita yang tidak jelas hingga kualitas visual yang jauh dari standar bioskop, banyak pihak menilai produksi animasi ini terkesan buru-buru, tanpa arah, dan kurangnya sentuhan keahlian. Artikel ini akan mengupas tuntas misteri di balik proses pembuatannya, isu permodalan, serta membuktikan bahwa karya animasi profesional tidak bisa dilakukan secara instan dan harus melalui tahapan praproduksi, produksi, dan pascaproduksi yang matang.

 

 

Mulai dari sebelum tayang, saat tayang, dan mungkin hingga hari ini, Merah Putih One for All jadi bahan perbincangan panas. Film ini menuai kritik bertubi-tubi, mulai dari ceritanya yang gak jelas hingga visual yang bikin sakit mata. Pokoknya, semua serba asal-asalan. Bahkan banyak yang bilang film ini seperti berusaha menyaingi kesuksesan Jumbo, tapi gagal total karena digarap tanpa arah dan tanpa keahlian.

 

Apa Itu Merah Putih One for All?

Film animasi Merah Putih One for All sebenarnya punya niat yang mulia. Film ini digadang-gadang sebagai bentuk kebanggaan nasional yang menonjolkan semangat merah putih dan kerja sama anak bangsa.
 
Diproduksi oleh Perfiki Kreasindo, film ini kabarnya juga mendapat dukungan dari pemerintah, baik dari segi dana maupun promosi. Sayangnya, niat baik ini gak diiringi dengan eksekusi yang matang.
 
Film yang diproduksi dalam rangka memperingati kemerdekaan Indonesia itu ditayangkan di bioskop-bioskop seluruh Indonesia pada 14 Agustus 2025 lalu. Tapi alih-alih membuat penonton bangga, hasil akhirnya justru membuat banyak orang geleng-geleng kepala.

 

Kritik dan Masalah Kualitas Animasi Merah Putih One for All

Jawaban singkatnya? Banyak!
 
Secara umum, film ini terlihat seperti proyek yang gak punya arah jelas. Dari tahap praproduksi, produksi, sampai pascaproduksi, semuanya terkesan buru-buru.
 
Beberapa hal yang banyak disorot antara lain:
 
  • Timeline produksi yang tidak jelas: Gak ada keterangan resmi berapa lama proses pembuatannya. Katanya, sih, beberapa bulan saja, tapi ada juga yang bilang satu tahun. Mana yang benar, gak tahu juga.

  • Sistem kerja yang gak rapi: Proses kerja di balik layar gak terdokumentasi dengan baik. Ini bikin banyak spekulasi bermunculan, mulai dari siapa saja tim produksinya sampai bagaimana proyek ini bisa lolos ke bioskop.

  • Kualitas visual dan animasi yang jauh dari standar bioskop: Banyak netizen mengeluh bahwa animasinya kasar, gerakannya kaku, dan pencahayaan visualnya bikin sakit mata.

  • Permodalan dan distribusi yang misterius: Ada isu bahwa film ini dibiayai pemerintah hingga Rp6,7 miliar, tapi ada juga yang bilang cuma pakai dana seadanya. Mana yang benar? Ya gak tau, kok tanya saya.

 

Jadi, kesimpulannya cuma satu: film ini gak jelas dari hulu ke hilir.

 

 

Apa Akibatnya?

Karena ketidakjelasan di semua aspek, wajar kalau film ini langsung menuai banyak statement dan reaksi keras dari masyarakat.
 
Ada yang bilang proses produksinya cuma beberapa bulan. Ada juga yang bilang kalau film ini sudah disiapkan selama satu tahun. Lalu, ada gosip yang mengatakan bahwa film ini dibiayai dengan dana Rp6,7 miliar. Tapi, ada juga kabar yang bilang kalau budget-nya cuma Rp1 juta dan itu digunakan untuk mentraktir para pengisi suaranya.
 
Masalah makin parah karena film ini tetap didistribusikan ke bioskop nasional. Padahal dengan kualitas seperti itu, seharusnya film ini masih butuh banyak perbaikan sebelum diizinkan tayang.
 
Akibatnya, masyarakat merasa kecewa, bahkan malu. Banyak yang menilai bahwa film ini memperlihatkan betapa kurangnya kepakaran dalam produksi animasi.
 
Kalau memang benar modalnya sampai miliaran tapi hasilnya amburadul, itu jelas bikin publik geram. Tapi, kalau ternyata cuma bermodal jutaan rupiah dan tetap dipaksakan tayang di bioskop, itu berarti proyek ini cuma buat cari cuan.
 
Dengan pembagian hasil tiket sekitar Rp15.000 per penonton, 150 penonton saja sudah bisa bikin mereka balik modal. Ya pantes aja “maksa” tayang di bioskop.

 

Tahapan Produksi Animasi Profesional: Praproduksi, Produksi, Pascaproduksi

Biar gak cuma dianggap mengkritik saja, Inavoice juga akan bahas secara singkat tentang proses produksi animasi yang ideal dan profesional. Soalnya banyak orang mengira kalau produksi animasi itu cuma bikin gambar karakter, kasih warna, lalu selesai. Padahal prosesnya jauh lebih rumit dan panjang.
 
 
Jadi, produksi animasi yang bagus itu terbagi dalam tiga tahap besar: praproduksi, produksi, dan pascaproduksi.

 

  • Praproduksi: Di tahap ini, semua ide dasar mulai dikembangkan. Tim bikin storyboard, nulis naskah, mendesain karakter, menentukan gaya visual, dan konsep musiknya. Ini pondasi penting supaya semuanya terarah.

  • Produksi: Nah, di sinilah animasi “dihidupkan”. Animator mulai bikin gerakan, lighting, efek, dan background. Di tahap ini, tim audio juga sudah mulai menggarap voice over, sound design, dan musik. Biasanya, tahap ini bisa makan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tergantung skala proyeknya.

  • Pascaproduksi: Setelah semuanya jadi, barulah film masuk ke tahap final touch, mulai dari mixing, mastering, editing, sampai color grading. Tujuannya supaya hasil akhirnya mulus, “enak” dilihat, dan punya kualitas bioskop.

 

Intinya, produksi animasi yang bagus gak bisa instan. Harus ada kolaborasi kuat antara seniman, teknisi, penulis, dan audio engineer. Tanpa itu semua, hasilnya ya... bisa kacau kayak Merah Putih One for All kemarin.

 

Apa Kata Inavoice tentang Film Merah Putih One for All?

Inavoice turut berduka dengan hadirnya film ini. Menurut kami, kalau film animasi dibuat hanya dalam waktu beberapa bulan, itu gak masuk akal sama sekali.
 
Sebagai perbandingan, film Jumbo yang sukses besar dan mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat, diproduksi selama 5 tahun! Itulah kenapa hasil akhirnya terlihat sangat matang, baik dari segi cerita, visual, maupun audio.
 
Jadi, ketika melihat Merah Putih One for All, wajar kalau banyak yang bertanya: “Emangnya film ini gak ada praproduksi, produksi, dan pascaproduksi, ya? Kok, bisa hasilnya gak layak kayak gitu?”
 
 
Jangan jauh-jauh bahas animasinya, deh, audionya saja gak bisa diselesaikan hanya dalam hitungan bulan. Pasalnya, bagian audio untuk film animasi itu butuh proses panjang, mulai dari:
 
  • Sound effect design
  • Foley
  • Soundtrack production
  • Background Music (BGM)
  • Premix
  • Mixing
  • Mastering

 

Jadi, proses pembuatan animasi bukan sekadar render karakter atau menambahkan efek. Animasi itu perpaduan antara seni, teknologi, dan keahlian. Kalau semua elemen itu diabaikan, hasilnya akan seperti Merah Putih One for All: berantakan dan bikin pusing.

 

Indonesia Pantas Dapat yang Lebih Baik

Kemarin, Indonesia baru saja bangga karena kehadiran film animasi lokal yang keren banget, yaitu Jumbo. Film itu jadi bukti bahwa sebenarnya anak bangsa bisa menghasilkan karya berkualitas internasional. Eh, tapi tiba-tiba langsung “turun kelas” gara-gara Merah Putih One for All.
 
Di Inavoice, kami sangat menghargai setiap proses kreatif dan orang-orang yang terlibat di baliknya. Jadi, cukup sampai di sini aja, deh. Jangan ada lagi karya seperti Merah Putih One for All.
 
Kita memang boleh berkarya, tapi usahakan buat bikin karya yang membanggakan. Jangan bikin karya yang panen hujatan.
 
Jadi, semoga ke depannya, para production house, animator, dan pembuat film di Indonesia bisa lebih menghargai proses kreatif, ya. Jangan cuma mengejar viralitas atau semangat nasionalisme aja, tapi juga memahami pentingnya keahlian, orisinalitas, dan profesionalitas. Karena bikin film animasi itu bukan soal cepat-cepatan, tapi soal bagaimana menciptakan karya yang benar-benar layak untuk ditonton dan dibanggakan.
 
Ingat: You Deserve Better! Dan industri animasi Indonesia juga pantas dapat yang lebih baik dari ini.