Updated: 27 Mar 2023     Author: Jatmiko Kresnatama     Comments: 0     English   |   Bahasa

Etika AI Voice Over: Menyeimbangkan Otomasi dengan Koneksi Manusia

  1. Home
  2. Voice Over Blog
 
Table Of Content
 
1. Berkembangnya AI voice over dan dampaknya terhadap industri
2. Kelebihan dan keterbatasan AI voice over
3. Peran koneksi manusia dalam voice over
4. Perdebatan tentang keaslian dalam voice over
5. Potensi Bias dalam AI Voice Over
6. Masa depan AI voice over dan dampaknya terhadap ketenagakerjaan
7. Menyeimbangkan otomasi dengan koneksi manusia
8. Pentingnya pertimbangan etika dalam voice over
9. Peran regulasi dalam industri AI voice over
10. Prospek kolaborasi antara AI dan aktor suara manusia
 
   Indah Hikma
   Writer Inavoice
 
Apakah kamu salah satu orang yang sadar bahwa sebagian besar asisten digital diisi oleh AI? Yap, teknologi ini memberikan perubahan besar terhadap industri, khususnya pada voice over Indonesia
 
Terobosan itu bagaikan sesuatu yang mustahil, namun nyatanya benar-benar ada. Bahkan menjadi bagian dari kehidupan manusia. Suara AI mendominasi di media sosial dan website karena dinilai lebih efektif. 
 
Perkembangan AI yang begitu cepat ini berdampak pada berbagai sektor bisnis, salah satunya industri voice over. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Mari kita bahas bersama Inavoice untuk membedah tentang artificial intelligence hingga etika menggunakannya! 
 

Berkembangnya AI voice over dan dampaknya terhadap industri

Penggunaan AI voice over dinilai sebagai salah satu ancaman. Dilansir dari Voice 123, teknologi ini bukan hanya mengancam mata pencaharian dari voice over talent, tetapi industri secara keseluruhan. Di sisi lain, ini juga menjadi era baru yang menarik dan merevolusi komunikasi. 
 
Perkembangan artificial intelligence voice over tersebut sebenarnya juga tidak lepas dari sektor IT. Contoh produk yang saat ini tengah mengalami progres seperti pengenalan wajah, asisten digital, telemarketing otomatis, customer service digital dan lain sebagainya. Apa yang dulunya dianggap fiksi ilmiah kini menjadi kenyataan. 
 
Perubahan signifikan yang dibawa oleh munculnya digitalisasi dan AI adalah kualitas suara. Faktor ini sudah meningkat secara tajam selama bertahun-tahun. Salah satu keuntungannya ialah seluruh proses perekaman jauh lebih sederhana daripada sebelumnya. 
 
Seperti diketahui bahwa sebelumnya proses perekaman sangat menuntut untuk kompleks. Namun dewasa ini kamu bisa menghemat waktu berjam-jam. Apalagi AI secara otomatis sudah memiliki data yang tinggal dikonversikan menjadi suara mirip manusia. 
 
Selain itu, adanya AI juga disebut-sebut menjembatani kesenjangan antara klien dan pengisi suara. Mengapa demikian? Karena itu berkontribusi terhadap industri yang lebih efisien, kompetitif, beragam, sekaligus transparan.
 
Terlepas dari keuntungan itu, hadirnya AI turut mengikis pekerjaan yang seharusnya untuk voice actor manusia. Alhasil para talent harus bersaing ketat, baik dengan AI itu sendiri juga sesama talent
 
Revolusi digital seolah membuka gerbang permainan. Yang memiliki skill mumpunilah yang akan memenangkannya. Akan tetapi, terlepas dari adanya keuntungan dan kerugian dari hadirnya AI, voice actor manusia tetap menjadi prioritas untuk sebagian besar project voice over.
 

Kelebihan dan keterbatasan AI voice over

Voice over berkualitas tinggi seringkali dihasilkan dari suara manusia. Alasannya karena human voice mampu membuat hubungan emosional, membangun karakter, semangat, menambahkan rasa dan bisa dinikmati oleh penonton tentunya. 
Masalahnya, kini suara manusia bukanlah satu-satunya komponen yang digunakan dalam project voice over. Selain dinilai membutuhkan waktu lebih lama untuk proses produksi dan harga juga terbilang tinggi, maka pilihan lainnya yakni menggunakan AI. 
 
Penggunaan AI dinilai lebih efektif dari segi biaya, waktu dan proses produksi. Namun sebagai catatan, karena ini merupakan suara buatan dari komputerisasi, tentu ada beberapa keterbatasan. 
 
Berikut beberapa poin penting pros and cons penggunaan suara AI:
 

Keuntungan suara AI

Lebih hemat

Memilih menggunakan suara AI artinya tidak lagi memanfaatkan human voice, proses perekaman hingga editing. Dengan demikian ini bisa menjadi jalur untuk memangkas anggaran, sehingga produksi terbilang lebih hemat. 
 

Menawarkan konsistensi dan fleksibilitas

Suara AI menawarkan lebih banyak konsistensi dan fleksibilitas. Pengguna bahkan bisa memilih beragam suara dari berbagai bahasa, baik lokal maupun asing. Hal tersebut memudahkan ketika sebuah project membutuhkan voice over multilingual. 
 
Bahkan ada opsi untuk membuat suara khusus, yang mana pengguna bisa mengkloning suara sendiri atau seseorang sebagai efek natural pada audio. Menariknya, perkembangan AI juga memungkinkan dapat bekerja sama dengan voice actor guna menciptakan sesuatu yang unik dan menarik. 
 

Proses produksi singkat

Produksi audio dengan memanfaatkan AI bisa dilakukan secara otomatis. Misalnya seperti text to speech yang hanya bermodalkan teks, lantas akan diubah menjadi suara manusia hanya dalam hitungan detik. 
 
Itu artinya kamu tidak akan melalui proses pengembangan naskah, latihan pendalaman, rekaman, editing hingga finishing. Sebab menggunakan AI hanya dilakukan dengan satu langkah saja, maka project voice over pun bisa diselesaikan. 
 

Tidak harus menggunakan suara sendiri

Apakah kamu tipe orang yang kurang percaya diri untuk menampilkan suara asli? Atau bahkan belum memiliki anggaran untuk menggunakan jasa voice actor
 
Menggunakan AI bahkan tidak harus merekam suara sendiri. Suara buatan yang sudah terkomputerisasi bisa menjadi penggantinya. 
 
Keuntungan dari AI di atas memberikan solusi baru untuk bisnis. Bagi industri voice over ini bisa menjadi tantangan baru karena perlu menyesuaikan dengan teknologi tersebut. Kendati demikian, human voice tetap harus dipertahankan karena artificial intelligence juga memiliki keterbatasan, apa saja? 
 
  • Kosakata dan aksen
Dilansir dari Research Collective, ada lebih dari 150.000 kata dalam kamus Bahasa Inggris. Sementara orang-orang dari seluruh dunia hanya menggunakan sekitar 20.000 kata saja. 
 
Untuk memprogram sistem mengenali setiap kata tersebut adalah suatu pencapaian yang benar-benar canggih. Sayangnya, komputer mengalami kesulitan membedakan antara satu frasa dan lainnya karena beberapa kata terdengar sama. 
Yang menjadi keterbatasan lagi yakni setiap orang memiliki kosakata, aksen dan bahasa gaul yang unik. Perbedaannya mungkin masih dirasa oleh telinga manusia, tetapi teknologi seperti AI menuturkan itu dengan gaya yang sama. 
 
  • Kurangnya kontrol dalam pengucapan
Bahasa diucapkan secara alami oleh manusia. Mereka bahkan tahu kapan harus berhenti, mempercepat intonasi, memasukkan emosi hingga menambahkan nada tertentu. 
 
Berbeda dengan suara AI yang terkadang tidak dapat mengontrol pengucapan, sehingga ada beberapa kalimat yang dibaca tanpa jeda, intonasi apa lagi emosi. Hal ini menandakan bahwa computerized voice tidak tahu kapan harus memulai pembicaraan dan berhenti sebentar. 
 
  • Kurang sesuai untuk beberapa project
Kurangnya kontrol dalam pengucapan membuat suara AI kurang sesuai dengan beberapa project. Pronunciation yang cenderung datar membuatnya kurang pas untuk audiobook, animasi hingga gaya voice over storytelling.
 
Meskipun bisa menyesuaikan dengan kebutuhan, namun suara AI tidak dapat diarahkan dan direvisi kembali. Itulah sebabnya penggunaannya cocok untuk percakapan ringan, singkat seperti layaknya digital assistant
 

 

Peran koneksi manusia dalam voice over

Seiring dengan peningkatan teknologi, kecerdasan buatan banyak digunakan pada bidang berbagai project voice over. Sebagian bisnis justru memilih untuk memanfaatkannya karena dinilai lebih praktis serta memiliki keuntungan seperti di atas. 
 
Namun suara manusia tetap menjadi penghubung dalam pertunjukan voice over. Dari keakuratan pelafalan hingga kemampuan bercerita, human voice actor tetap tak tertandingi oleh teknologi AI. 
 
Akan selalu ada kebutuhan bagi pengisi suara manusia untuk menambahkan nuansa halus, nada emosional yang membuat sebuah pertunjukan benar-benar luar biasa. Bakat dan keahlian mereka tetap menjadi aset tak ternilai dalam menciptakan konten audio yang menarik dan menggerakkan pendengar. 
 
Human voice actor memiliki kemampuan menambahkan gaya kreatif untuk menarik audiens. Mereka bahkan dapat membuat seluruh pendengar menikmati infleksi vokal serta keterampilan akting suara. Ini adalah sesuatu yang masih diperjuangkan oleh teknologi AI. 
 
Satu lagi, human voice actor menghadirkan emosi vokal yang tidak dapat ditiru oleh teknologi AI. Baik itu ketika menyampaikan kesedihan atau kegembiraan dapat mereka ciptakan melalui emosi serta cara yang begitu natural. 
 
Selain itu, suara manusia juga juga bisa membuat infleksi vokal dan menyesuaikan nadanya untuk menyampaikan perasaan atau pesan tertentu secara efektif daripada teknologi AI manapun. Mereka unggul dalam kemampuan mendongeng, menghidupkan karakter. 
 
Di waktu yang bersamaan, jika berbicara soal pelafalan, suara manusia bisa mengucapkan kata lebih akurat dan jelas daripada teknologi AI. Ini sangat penting untuk project voice over yang melibatkan bahasa atau dialek asing. 
 

Perdebatan tentang keaslian dalam voice over

Pada pertunjukan suara, orisinalitas penting untuk membangun ciri khas dan karakter. Selain disokong oleh ide tentang naskah, juga menuntut human voice actor mempertahankan voice originality pada setiap penampilan agar memberikan sesuatu yang baru serta unik. 
 
Salah satu contoh orisinalitas dalam pertunjukan suara adalah memberikan sentuhan nada serta emosi. Mereka harus bisa menyampaikan perasaan secara unik dan jelas, sehingga membuat pendengar merasa menjadi bagian dari cerita. 
 
Baik menciptakan rasa urgensi, kesedihan, kegembiraan, mendongeng dan membangun karakter, human voice actor tetap unggul dalam memberikan orisinalitas. 
 
Meskipun teknologi AI belum bisa menggapai itu, namun kehadirannya dinilai menantang orisinalitas yang dibangun oleh suara manusia. Bagaimana tidak, artificial intelligence voice bahkan bisa memproduksi dan meniru layaknya human voice
 
Terobosan itu bahkan dinilai kurang orisinil karena belum bisa membangun emosionalitas dan nada yang sesuai. Kecenderungan berintonasi datar membuatnya tidak dapat menunjukkan keaslian dan tidak dapat membangun ciri khas. 
 
Kendati disebut menantang orisinalitas, namun AI tetap digunakan oleh beberapa bisnis sebagai salah satu alternatif cepat, efektif dan hemat biaya. Perihal keaslian pula, sampai saat ini teknologi tersebut masih dikembangkan untuk mencapai realisme seperti human voice.
 

Potensi Bias dalam AI Voice Over

Teknologi AI saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Namun, inovasi ini dianggap bisa menimbulkan potensi bias yang berpengaruh terhadap keberagaman dalam industri.  
 
Seperti dilansir dari Sound Hound bahwa potensi bias dari penggunaan teknologi suara terdiri dari dua aspek, yaitu sebagai berikut:
 

Bias aksen

Artikel dari Claudia Lloreda Lopez di Scientific American menyoroti masalah bias aksen dari adanya suara AI. Ia mencatat bahwa ketika pembuatan Siri, teknologi tersebut tidak bisa beraksen bahasa lain selain Amerika. 
 
Padahal penciptaannya dimaksudkan agar bisa berinteraksi dan akrab dengan banyak orang di seluruh belahan dunia. Bias aken hanyalah salah satu aspek dari tantangan penggunaan AI, beberapa yang masih menjadi perdebatan ialah tentang bias gender dan rasial. 
 

Bias rasial

Dalam catatan sejarah teknologi, ada banyak contoh bias rasial. Seperti webcam HP pada tahun 2009 yang hanya mengenali orang kulit putih daripada hitam. Atau tentang Amazon yang menggunakan AI untuk menyeleksi pekerja, namun algoritma cenderung menemukan yang kulit putih saja. 
 
Para peneliti di Stanford University menerbitkan jurnal bertajuk Racial Disparities in Automated Speech Recognition pada tahun 2020. Dalam tulisan tersebut menyoroti rata-rata tingkat kesalahan kata (WER) untuk subyek kulit putih adalah 19%, sementara kulit hitam mencapai 35%.
 
Dari hasil persentase eror kata ini mengilustrasikan kurangnya data untuk dialek bahasa, khususnya bagi golongan kulit hitam. Melakukan uji tingkat kesalahan kata akan membantu menentukan data mana yang hilang dari AI suara. 
 

Bias gender

Teknologi suara adalah versi terbaru dari bias gender yang saat ini menyusup ke kehidupan masyarakat. Sebagian besar mengasosiasikan wanita sebagai asisten yang sangat membantu. 
 
Perwakilan Fast Company Google, Katharine Schwab, perusahaan memilih suara wanita untuk voice assistant karena dinilai memiliki suara bagus dan lembut dibandingkan pria. 
 
Dalam hal bias gender juga dihubungkan dengan fungsi asisten suara yang menjawab pertanyaan dan melakukan tugas rutin, mirip seperti asisten pribadi atau sekretaris. Hal ini kerap dikaitkan dengan peran wanita yang melayani pria berposisi lebih tinggi dalam sebuah perusahaan. 
 
Bagi perusahaan teknologi, mereka menciptakan AI bersuara wanita karena gender ini dinilai sopan, bisa membantu, berkarakter penurut dan lembut. Kendati demikian, topik tentang bias gender kerap kali menjadi perdebatan.
 

Masa depan AI voice over dan dampaknya terhadap ketenagakerjaan

Kecerdasan buatan saat ini memang semakin populer, tetapi hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan. Apalagi wacananya, AI voice kedepannya akan mengambil alih suara manusia. Apakah kamu meyakini itu juga? 
 
Begini, masih banyak aspek suara manusia yang sangat sulit ditiru oleh AI, termasuk soal orisinalitas dan emosional. Dan fakta menariknya, asisten digital seperti Siri yang dihasilkan dari komputer sebenarnya berasal dari voice talent sungguhan. 
 
Dalam kebanyakan kasus, bahkan suara yang terkomputerisasi membutuhkan suara manusia sebagai dasar untuk kemudian dikembangkan dan disimpan ke dalam database. Namun demikian, AI menciptakan karya baru, sehingga ia disebut sebagai voice actor masa kini. Lantas bagaimana dengan human voice actor, apakah kehilangan pekerjaan di masa depan? 
 
Tentu tidak. 
 
Meskipun AI mengubah permainan dan teknologi ini dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan, tetapi suara manusia masih menjadi andalan untuk berbagai macam project. Tidak semua bisa ditangani dengan suara digital, apalagi yang menuntut emotional voice
 
Jadi ke depannya, baik human voice maupun AI akan berjalan beriringan sesuai dengan kebutuhan dari project. Dengan demikian peluang sebagai voice over talent masih terbuka lebar. 
 

Menyeimbangkan otomasi dengan koneksi manusia

Kehadiran teknologi seperti mengubah kehidupan. Beberapa tahun lalu ketika AI diproduksi, sebagian memprediksi bahwa peranan manusia akan digantikan olehnya. 
 
Seperti dilansir dari Call Center Help, dua tahun yang lalu Gartner memperkirakan pada tahun 2020 hampir 85% interaksi pelanggan tidak akan dilakukan oleh manusia. Padahal nyatanya kini manusia yang paling dibutuhkan untuk berbagai sektor, termasuk voice over. 
 
 
Ini sama dengan penelitian terbaru dari Genesys yang memperkirakan 75% konsumen masih percaya bahwa manusia memberikan kinerja yang paling efektif. Itulah sebabnya kemudian tim pengembang teknologi pada akhirnya beralih ke pengoptimalan suara sebagai prioritas. 
 
Tentu saja, komunikasi suara dapat disampaikan oleh perangkat lunak serta manusia. Contohnya seperti intelligent IVR, proactive voice messaging, AI dan digital personal assistant berhasil menjadi koneksi antara suara manusia dengan artificial intelligence.
 
Satu-satunya strategi agar semakin memperkuat koneksi antara suara manusia dan AI adalah menggunakan human voice sebagai dasarnya. Bukan tanpa alasan, sebab hal tersebut dapat menyampaikan nada, kehangatan, menekankan nilai emosional dan meningkatkan keterlibatan audiens. 
 
Meskipun sempat terjadi perdebatan, namun baik suara AI maupun manusia bisa bekerja sama secara harmonis dan membawa ke product voice over yang menarik dan belum terjadi sebelumnya.
 

Pentingnya pertimbangan etika dalam voice over

Pada dasarnya pertunjukan suara lebih hidup bila menggunakan suara manusia. Ada banyak pertimbangannya, namun yang pasti ialah sisi emosionalitas yang nantinya bisa mengantarkan pesan secara langsung kepada audiens. 
 
Bukan berarti AI tidak bisa mewujudkan itu, namun seperti diketahui bahwa keterbatasan utama dari inovasi tersebut adalah pengucapan yang kurang natural, kurang bisa memainkan intonasi serta emosi. Jikapun sebuah pertunjukan suara memanfaatkannya, hal yang patut diperhatikan adalah mengenai pertimbangan etika. 
 
Etika mengacu pada isu-isu yang perlu dipertimbangkan oleh pengguna AI dalam voice over untuk memastikan teknologi kecerdasan buatan dikembangkan dan digunakan secara bertanggung jawab. Ini artinya, penggunannya haruslah aman, terlindungi dan jauh dari penyalahgunaan. 
 
Etika AI juga bisa mencakup menghindari bias, memastikan privasi dan data. Sebab ketika teknologi dirancang untuk menggantikan posisi manusia, biasanya akan muncul masalah begitu saja. 
 
AI yang dibangun secara buruk dengan data bias dan tidak sesuai akan menimbulkan konsekuensi berbahaya, khususnya bagi industri voice over itu sendiri. 
 
Mengembangkan prinsip etis ini memungkinkan pelaku dalam industri voice over untuk bekerja sama. Siapapun yang terlibat harus memeriksa bagaimana masalah sosial, ekonomi bahkan politik yang bersinggungan dengan AI dan menentukan bagaimana teknologi tersebut berdampingan dengan manusia secara harmonis.
 

Peran regulasi dalam industri AI voice over

 
Adanya regulasi sebagai dasar untuk tata kelola yang baik dalam industri voice over. Ini termasuk bagaimana AI digunakan, untuk tujuan apa, bagi siapa, keuntungan hingga risiko yang mungkin nantinya dihadapi. 
 
Seperti dilansir dari DQ India bahwa masalah etika yang muncul akibat AI meliputi keamanan, kurangnya transparansi, privasi dan hilangnya tenaga kerja manusia. Industri voice over menyadari hal itu dan berupaya mengatasinya. 
 
Maka cara untuk mengatasinya yakni mempromosikan transparansi dan membuat AI dapat diakses secara mudah. Kemudian membuat tim pengembang yang beragam dan lebih inklusif guna memperkenalkan perspektif cross culture dan multibahasa, sehingga menghindari adanya bias rasial. 
 
Sementara itu regulasi yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia ialah dengan mengkolaborasikan keduanya. Seperti diketahui bahwa saat ini tidak dapat menghindari perkembangan teknologi yang begitu masiv. 
 
Jika tidak mengikutinya, sama halnya dengan menolak perubahan dan selamanya akan stuck di satu titik. Tentu kualitas suara, perangkat rekaman, editing dan semua yang berhubungan dengan voice over perlu ditingkatkan, salah satunya memanfaatkan teknologi. 
 
Sementara para voice talent saat ini juga tidak mungkin digantikan begitu saja posisinya oleh AI. Sebab mereka masih memegang kendali dalam industri ini. Dengan demikian satu-satunya cara yakni tetap menggunakan suara manusia sebagai data AI. 
 
Pada project-project yang dirasa memang membutuhkan pembangunan merek dan ciri khas, maka suara manusialah yang cocok untuk mengisinya. Sementara AI voice bisa dialihkan untuk project-project ringan, seperti asisten digital maupun online customer service
 

Prospek kolaborasi antara AI dan aktor suara manusia

Baik saat ini maupun di masa depan, kolaborasi antara manusia dan AI voice pasti mendatangkan prospek. Ini dimaksudkan untuk mencapai bekerja dan mencapai tujuan bersama. 
 
Sistem AI dibangun untuk memudahkan kinerja manusia, utamanya mempersingkat proses rekaman, hemat biaya dan memberikan efektivitas. Namun suara manusia tetap menjadi prioritas karena bisa disimpan sebagai database yang nantinya disisipkan pada artificial intelligence. 
 
Hal ini tentu saja dapat menciptakan peluang baru untuk ekspresi kreatif dan inovasi, utamanya bagi industri teknologi dan voice over itu sendiri. Bisa jadi di masa depan AI suara bisa berkolaborasi dengan human voice sebagai pengisi suara animasi, audiobook atau bahkan dubbing
 
Perkembangan AI voice yang merambah ke berbagai sektor bisnis mungkin sedikit menggeser eksistensi voice over talent. Akan tetapi dalam hal kualitas, keunggulan dan membangun kepercayaan, suara manusia tetap sebagai prioritas. 
 
Tugas mereka yang tergabung dalam industri voice over adalah tetap melek teknologi dan mengikuti perkembangan AI karena di masa depan manusia dan terobosan tersebut bisa dikolaborasikan untuk menciptakan inovasi terbaru.